Friday 29 April 2011

Kiss me, Kill me




Aku ingin membunuhnya seperti yang dahulu kulakukan dengan mudah pada lelaki-laki yang kutiduri tiap malam. Namun, setelah kurasakan klimaks surga dalam senggama bersamanya dan getaran lain yang tak bisa kumatikan dalam dadaku ketika ku tatap mata sendunya, Aku mengulur waktu hingga tiba saatnya.

***

Aku berdiri disini, di tengah jalan gelap dengan siraman tangisan deras dari langit. Dadaku penuh, dadakku sesak dan detak jantungku pun kini berhenti berdetak. Mati rasa—rasanya mati rasa. Aku tidak habis pikir? Begitu mudah bagimu membuangku. Tepat di tong sampah pojok kubangan lumpur. Dekat parit rumahmu.
Aku menatap lurus, tajam dan memanas.
Kini saatnya untuk membunuhmu, membunuh semua yang pernah kita lalu. Saat yang tepat. Saat jam berdenting di pelukan dinding. Saatnya kau hilang bersama kenangan.

***

Ia berdiri kaku didepanku layaknya boneka kayu. Tangannya mengeras membentuk tinjuan siaga. Matanya menerjang—menelajangi mataku. Mencabik jantungku, memakan hatiku. Dan aku masih terpukau tak berkedip.
Silauan dari pisau di genggamannya tak urung menyadarkan ku dari lamunan ujung-ujung kematian. Entalah, aku tak tahu sejak kapan pisau itu sudah bertahta di tangannya, yang ku tahu satu hal aku masih disini, berdiri disini, tepat didepan dirinya.

 ***

Aku muak, benci dan marah. Bukan karena apa, tetapi karena kenapa. Tapi apa yang kudapat? Tak ada. Aku lelah tetapi terus berlari hingga tarikan nafas terakhir. Ada peluh di sudut pori kulitku, aku bayangmu di pojok hatiku.
Ah, sayang aku kini membuangnya jua. Sama yang kau lakukan. Mata untuk mata. Hati untuk hati dan mati hanya pantas untukmu.

***

Tes-tes-tes, suara hujan kini meneteskan alunan kematianku. Aku sudah siap. Aku sudah terima. Aku kan pantas. Pantas seperti yang suara hatimu bisikan.
Tarikan nafas untuk terakhir kalinya. Dalam sedalam lukamu. Sedalam aku menerima semuanya. Kau dan aku. Sedalam gumpalan darah dalam neraka. Segumpalan kenangan yang akan mati. Mati bersama pisau yang kau hunus.
 
***

Aku berlari. Kencang. Berlari. Makin kencang. Berlari. Semakin kencang. Tepat—dugaanmu tepat pada sasaran, aku menghunuskannya dikiri atas dadamu. Tepat dimana hatimu bersemayam bersama kenangan. Kenangan kau dan aku. Kenangan kita. Ku bunuh ini dengan tanganku. Ku bunuh sendiri. Aku terisak. Menangis sejadi-jadinya. Keras hingga suara derasnya hujan terbiaskan.
Aku tak tahu kenapa kau memelukku. Erat—sangat erat. Kau memegang kedua tanganku yang masih menghunuskan pisau untuk membunuhmu. Kau memberi ku kekuatan untuk menikamnya lebih dalam. Aku heran. Mataku membulat. Alisku melengkung tajam. Dahiku mengernyit. Kepalamu mendekat. Sayup-sayup ku dengar beningnya suarau berbisik parau.

“Kau boleh saja membunuhku, tetapi kenangan akan selalu menghantuimu” 

Kau mendesah—terengah-engah dalam hembusan nafas membentuk suatu embun. Perlahan—sangat perlahan kau menyentuh bibirku. Kau cumbu dengan mesra. Ku tangkap dengan kasih sayang. Ku ungkapkan dalam perpisahan. Salam perpisahan.

“Selamat tinggal sayang. Selamat tinggal kenangan”

Kau lupa satu hal dan kini telah terjadi padaku ketika mataku terlelap lelah. Sebutir pil kematian cukup untuk mengakhiri segalanya. Telah ku telan jauh-jauh sebelumnya. Sebelum kita bertemu. Sebelum kita berkenalan, bersitatap dan jatuh cinta. Bercumbu dan bersenggama. Kini kau dan aku mati. mengakhir kisah tanpa dongeng. So, kiss me, kill me then, ‘coz I love you.


Makassar, 4/28/2011 9:28:45 PM

Wednesday 27 April 2011

Musyawarah Besar UKMM-UH

Undangan MUBES UKMM
diharapkan kehadiran temanteman, kakakakak, adikadik, serta pemerhati UKMMenulis FIB UNHAS untuk mengikuti MUBES yang Insya Allah dilaksanakan pada hari Jum'at, tanggal 22 April 2011, pukul 15.00 wita (jam 3 sore) bertempat di SekretCeria UKMMenulis FIB UNHAS (ruang FIB 111)

"mari kita bangunkan kembali UKMMenulis dari tidurnya"

_tiada kesan tanpa kehadiran canda tawa temanteman_

Setelah vakum beberapa bulan--yang mendekati tahunan--akhirnya UKMM bangkit dari hibernasi. Dan tentu saja hal ini menjadi salah satu berita yang menggembirakan, maklum aku sangat rindu aktivitas dibidang kepenulisan dan kreativitas dalam berkarya. Tak terkecuali, anak-anak UKMM tentunya yang memiliki seabrek kagiatan, yang parahnya susah untuk dikumpulkan semua. Untungnya ada acara MUBES, walaupun masih terbilang orang yang datang sedikit, tak menuntut pula kami berkecil hati.

Semoga dengan ini UKMM masih bisa mempertahankan eksistensinya dibidang kepenulisan sebagai suatu wadah yang menampung anspirasi masyarakat UH-FIB. amin
 
 
snapshoot acara MUBES UKMM

Tuesday 26 April 2011

Kasih Hawa



Ia berjalan bertelanjang kaki.
Hanya untuk mencari sesuap nasi tuk naknya.
Jerit tangis di pangkuan lebih menikam rasanya,
dari goresan duri yang mengiris kulit.

Ia berjalan tanpa kemis kasihmu.
Bukan untuknya tetapi darah dagingnya,
Yang merontah sehari demi susu.

Ia berjalan bercucur peluh.
Mengais rejeki demi buah hati.
Hanya untuknya, untuknya dan untuknya.
Kar’na itulah hidup baginya.


Nb:
Puisi ini sengaja kubuat untuk perempuan-perempuan tangguhku.


Makassar,4/22/2011 12:57:56 AM

Monday 25 April 2011

Wajah Bumi Kita


H
ari Bumi diperingati pada tanggal 22 April secara Internasional dan dirancang untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadapnya. Hal ini dicanangkan pertama kali oleh Senator Amerika Serikat Gaylord Nelson pada tahun 1970 seorang pengajar lingkungan hidup. Tanggal ini bertepatan pada musim semi di Northern Hemisphere (belahan bumi utara) dan musim gugur di belahan bumi selatan. Namun, PBB sendiri merayakan hari bumi pada 20 Maret dengan sebuah tradisi yang dicanangkan oleh aktivis perdamaian, John McConnell pada tahun 1969, adalah hari dimana matahari tepat diatas khatulistiwa yang sering disebut Ekuinoks Maret.

B
umi merupakan tempat manusia hidup mulai dari lahir, kecil hingga beranjak dewasa, sampai meninggal pun kita masih akan tetap berada dibumi. Namun apa yang terjadi? Bumi yang kita pijak kini menjadi semakin ekstrim dan liar dengan banyaknya teguran dalam bentuk bencana alam yang awalnya memang kesalahan manusia yang hanya mengeksploitasi secara besar-besaran dalam mengais keuntungan personal tanpa memberi feedback terhadap bumi itu sendiri. Tengok saja, pohon-pohon yang kini semakin kehilangan lahannya akibat pembabakaan liar, kebakaran hutan dan pembangunan gedung-gedung pencakar langit tanpa diimbangin tindakan dalam melakukan reboisasi, penghijauan dan sebagainya.

M
emang kita sebagai manusia sejak kecil sudah mengerti dan memahami dengan pasti bahwa bumi sangat penting untuk kelangsungan hidup kita, namun yang ada hanya pemahaman semata tanpa adanya realisasi kita berupa tindakan nyata. Jujur sebenarnya, inilah salah satu landasan dasar saya kurang sepakat dalam merayakan hari bumi yang hanya jatuh pada tanggal 22 April ini—pikirkan hanya satu hari. Itu pun masih adanya segelintir manusia yang masih egois dalam ikut berpartisipasi. Bagaimana jadinya jika mesti di rayakan setiap hari? Bisa kau bayangkan sendiri, pasti mereka merasa enggan.

M
emulainya dari hal terkecil, diri sendiri dan sekarang. Mungkin terdengar sebagai sebuah motto kecil—dan mungkin pula anda menganggap saya terlalu menguliahi anda tentang kebaikan. Itu terserah anda? Saya hanya berusaha menjaring teman yang ingin menjadi sahabat bumi.

W
alaupun kini wajahnya penuh dengan kerutan tajam, noda hitam dan tanda penuaan yang kini nyata semakin hari. Sudah sepatutnya lah kita merenungi segala tindakan kita terhadap tempat yang kita tinggali bertahun-tahun dan akan mewarisinya untuk anak cucu  kita—apa tindakan nyata yang telah kita lakukan untuk bumi tercinta kita? Jangan bilang tidak ada.

H
anya dengan membuang sampah pada tempatnya, menghemat BBM dan listrik, serta air—secara langsung kita sudah sedikit berpartisipasi untuk kelangsungan bumi. Jika kita selalu bertanya, “mengapa harus saya, toh banyak juga yang lain yang tidak peduli,” maka yang terjadi adalah suatu proses percepatan kerusakan akan bumi kita sebagai tempat tinggal.

J
adi Marilah kita melindungi bumi dari kerusakan mulai dari hal-hal terkecil, diri sendiri dan sekarang. Sehingga kita dapat mewariskan kelestariannya untuk anak cucu kita di akan datang, Kenalilah bumi mu , Lindungilah bumi mu dan jadilah sahabat bumi.

Kartini Kini Tinggal Mitos

Ada merpati turun dari surga, melembut di atas alam. Putih seperti salju, halus seperti sutra, begitu cepat dalam kecepatan. Dalam mulutnya membawa sebuah batang semanggi Lembut hati-hati. Dimana tiga daun semanggi sesuai bersama. Merpati melemparkan batang dengan lembut ke bawah Dan segera terbang membuai dengan bertepuk tangan pergi ke surga lagi. Tetapi diberkatilah, diberkati, daun-daun Yang di sini menemukan kaki Mereka adalah Iman, dan Harapan dan Kasih yang bersama-sama sebagai satu.”
Dari kanan ke kiri : Kartini, Kardinah dan Roekmini.

           Penggalan puisi diatas adalah sebuah tulisan tangan asli berbahasa Belanda yang terdapat dibelakang foto kabinet dengan potret bertandatangan oleh tiga saudara yaitu Kartini, Kardinah, dan Roekmini.

Raden Adjeng Kartini, seorang perempuan yang lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879, tepatnya 132 tahun yang lalu yang kemudian dikenal sebagai salah satu pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Lahir dari keluarga bangsawaan Jawa tidak lantas membahagiakan beliau, hal ini terbaca dari beberapa surat-suratnya kepada sejumlah rekannya. Kartini yang wafat dalam usia relatif dini—tepatnya pada usia ke-25 tahun 190. Cara kematiannya pun khas seorang ibu kebanyakan di Indonesia, wafat sewaktu melahirkan, tanpa sempat melihat anak pertamanya itu.

Kartini dari saat lahir, memang belum banyak berbuat untuk kemajuan kaumnya, namun buah pikiran dan cita-citanya menjadi inspirasi gerakan perempuan selanjutnya. Beliau merepukan sosok pejuang kesetaraan gender pertama yang pernah ada di Indonesia. Perjuangannya dalam membela hak-hak kaum perempuan menjadi hal fenomenal yang patut dikenang dan dijadikan spirit sampai kapan pun.

Walaupun Kartini bukanlah sosok hero layaknya G.I. Jane yang diperankan oleh bintang seksi nan rupawan Demi Moore dalam drama film Hollywood yang memanggul senjata maju di medan perang. Namun, Ia adalah pendobrak patron dan paham patriakhi dalam budaya masyarakat Jawa yang kental.

Saturday 23 April 2011

Tulisan Kosong



Aku suka di pojok, tak terlalu menonjol dan kentara. Sama halnya hitam pekat. Pas. Seperti hidup bersama semilir angin malam yang bertiup ditemani hangatnya kobaran kayu yang berpijar—disamping menghitung bintang dan merangkainya menjadi gugusan nama. Lagi pula, tak akan ada yang mengenaliku, panggilanku kan si-yang-paling-gila, suka imajinasi dan tersenyum 100 watt. Hmm...untuk apa juga mereka sudi menghampiriku, mengajak bersua, duduk menyeruput kopi atau sekedar bermain gunyonan berbalas-balasan.

Apa mereka mengasihaniku? Yang kini tanpa teman, sahabat, apalagi sanak saudara. Entalah, yang kutahu aku bahagia—bukan tanpa beban atau masalah, tapi hidup itu memang indah. Tengok! Suara riak air, kicauan burung dan desahan pepohohan yang berbisik—melampaui luar biasanya suara komposisi orchestra apapun. Belum, itu belum seberapa indah, ketika kau berdiri di atas bukit dan menatap fajar yang tersipu malu menyingsing kemudian menghamburkan warna merah-orange-kekuningannya. Kau lihat, dibaliknya awan bermain kejar-kejaran diatas kanvas langit, membentuk gugusan diluar nalarmu. “Melebihi lukisan termasyur sekali pun yang pernah dibuat,” kau kemudian berguman.

Sekarang kau menyadarinya. Aku hanya orang biasa yang memiliki hal luar biasa. Ya, aku tahu tiap manusia punya. Tapi mereka selalu mengabaikannya. Benarkan? Ah, bagaimana denganmu? Mengikuti jejak mereka? Semoga tidak.

Aku suka merangkai kata. Katakukatakukukataktaku. Lucu. Indah. Unik, bukan?. Bermula dari kata menjadi sebuah kalimat sama halnya tulisan ini. Awalanya hanya keisengan belaka kini menjadi sebuah tulisan kosongku. Hey, Aku tak terjenuhkan. Aku cuma butuh istirahat untuk mengisi tenaga dan ideku, tentunya.

Sepertinya kau mulai lelah. Sesekali kau menguap menahan ngantuk. Di sudut matamu ada genangan air, isyarat “aku lelah”. Beberapa kali pula matamu jatuh tertutup. Padahal ceritaku masih panjang. Esok, kita lanjut saja. Saatnya kau terlelap dalam mimpi dan diriku belajar merangkai cerita untuk kita.


Makassar, 4/22/2011 12:46:40 PM

Cinta Bodohku



Bodoh, ku beli di toserba Mahal.
“Kau tau untuk apa?”
Hanya—agar kau dapat melihatku.
Berdiri disamping,
Tepat diurat lehermu.

Bodoh, ku cuci dua kali sehari,
Dengan detergen sebungkus.
Parfum sebotol.
Malang, hatimu buta.
Sebuta matamu.

“Bodoh!  kau bodoh”
Telah ku lipat rapi sehabis disetrika.
Sayang, tak jua kau sadari.
Dag-dig-dug, dadamu berdetak.

Tuesday 19 April 2011

Fiksimini : Cintakah Ini?



1#
Pernahkah kau rasa?
Saat dadamu bergetar—mendidih—memerah semukan wajahmu?
Aku. Pernah.

2#
Kami bersitatap. Berhadap-hadapan.
Hanya embusan nafas dan angin yang saling bercumbu.

3#
Bayangannya menari dalam imajinasiku.
Menggenggamku dalam pelukan mesra.
Inikah petanda balasannya?

4#
Ku kejar raga didepan yang tertangkap hanya siluet.
Lantaskah ini disebut sia-sia?

Monday 18 April 2011

Curhat Malam Kita

Ku bisikkan kata kalbuku dalam hembusan malam.



Malam minggu. Tanggal 16 April 2011.

    Aku bergegas bergabung dengan kalian. Menikmati gorengan yang baru saja kau beli dan kugabungkan dengan gorengan sisa beberapa jam yang lalu. Kita bercerita tentang cintamu, karena kau begitu antusias menceritakannya. Lika-liku cintamu dengan pria berkawat gigi, berbadan pendek dan beralis tebal dilanjutkan dengan pria berinisial R, adik dari tetangga sebelah yang berwatakan diluar dugaanmu. Tawamu sungguh bergemuruh— Lepas—seolah menikmatinya. Sesekali kau pegang rambutmu hingga kusut sedangkan aku meyesap perlahan teh “tarikk” hasil pemberian tante yang duduk dipinggir kirimu. Tante saudara kita. Saudara beda mamak beda bapak, tapi satu ikatan yaitu batin. Samping kirimu aku terduduk mendengarmu bercerita. Ku timpali beberapa guyonan nyata tentang cintaku pada dia yang absurd. Kalian tertawa. Begitupun Om yang duduk diteras. Kalian boleh menertawakanku dan heran tentang kisahku tapi tidak bisa ku pungkiri, ini selalu menghantuiku. Memimpikan rambutnya yang tergerai di atas buah dada dengan muka rata. Aku tak tahu kenapa ia harus bermuka rata. Kata kalian dengan gaya yang menyudutkanku bahwa aku belum siap untuk menceritakannya. Menceritakan kisah cintaku?. Sungguh tidak ada rahasia diantara kita.

Sunday 17 April 2011

Hanya ada aku, kau dan kita

Tawa kita kebahagian kita -wana, uthie, kamal dan imoet-


Diruangan 4x3 meter ini kita berbagi segalanya.
Luar dan dalam tanpa seutas benang yang menutupi.
Kau berceloteh tentang kemunafikan yang tak henti,
Ku cerna dengan mata dan telinganku.
Sesekali kau lupa memakai tanda koma dan spasi di dalam cerita.
Katamu tak banyak waktu yang tersisa.
Fajar segera menyingsing, hidup tinggal sepersekian dentingan detik.

Diruang tembok penuh coretan ini kita menoreh cerita.
Terbaring di tegel penuh darah dan nanah.
Kau berkata, “aku sayang kalian”.
Kami hanya menengadah, memandang bintang imajinasi.
“Ini aku, ini kau dan ini kita”, Tunjukku ke langit atap malam.
Ia berpendar membentuk lingkaran.
Tanpa awalan dan akhiran.
Maka kata-kata pun tak mampu melukiskannya.
Perasaanku, kau dan kita.